Peringati International Women’s Day WPFF Adakan Talkshow Kolaborasi Bersama

Yahukimo (dj-Pro.org) – Memperingati International Women’s Day 2024, West Papua Feminist Forum (WPFF) mengadakan kolaborasi talkshow bersama beberapa lembaga, Jumat (08/03/2024).

Hal ini di sampaikan, Koordinator West Papua Feminist Forum (WPFF), Ev. Esther Haluk dalam rangka memperingati international women’s day. Melalui pesan elektronik whatsapp.

Dalam rangka perayaan Internasional Woman’s Day 2024 dengan tema berinvestasi pada perempuan, mendorong persatuan dan konsolidasi gerakan untuk kemajuan perempuan di berbagai ruang penghidupan demi perubahan yang adil di Tanah Papua.

Koordinator West Papua Feminist Forum, Ev. Esther Haluk mengakui melalui pesan elektronik whatsapp bahwa West Papua Feminist Forum (WPFF) mengadakan berkolaborasi talkshow bersama Yayasan WWF Indonesia Program Papua, Koalisi Kampus untuk Demokrasi Papua, dan Papua Courses. Di Gedung Holey Narey, Pos 7 Atas Sentani.

West Papua Feminist Forum mengecam hentikan kekerasan, lindungi, hormati dan penuhi hak perempuan di tanah Papua. Setiap kehidupan dan masa depan dari setiap manusia berawal dan menyatu dengan perempuan.

“Perempuan Papua dengan segala peluang dan tantangan saat ini dan masa depan adalah subjek utama dalam pembangunan bangsa dan pilar penting keberlanjutan masa depan tanah ini,” jelasnya dalam keterangan tertulis.

WPFF menjelaskan dalam banyak hal, perempuan tidak tampil di depan tetapi menjadi penentu kehidupan dari generasi ke generasi.

“Budaya seolah mengekang dan membatasi peran dan ruang gerak perempuan dalam ruang-ruang publik, namun di balik selubung keterasingan, perempuan terus merajut kisah kehidupan untuk tanah ini,” jelasnya.

WPFF menuturkan perempuan diam bukan berarti bisu dan tanpa masalah, melainkan dalam rahim kodrat kemanusiaannya, perempuan menyimpan dan merenungkan setiap tragedi kehidupan sambil dalam kerapuhan menopang kehidupan yang lain.

Lebih lanjut WPFF menuturkan berbagai kisah kegembiraan, harapan, duka dan kecemasan yang mewarnai hidup seorang perempuan di tengah keluarga, komunitas, sosial budaya dan masyarakat tidak pernah sepi.

“Kisah pilu paling dominan seorang perempuan di tengah keluarga ketika mereka mengalami KDRT. Konstruksi budaya patriarki seakan menempatkan perempuan pada kelas dua dan dipandang sebagai bukan seseorang, sehingga secara tidak langsung memarginalkan perempuan,” tutur forum itu.

West Papua Feminist Forum menerangkan, dalam ruang sosial dan publik di tanah ini, masih banyak kelompok seperti masyarakat adat, perempuan, anak-anak, kelompok disabilitas, kelompok keberagaman seksualitas dan gender, serta kelompok rentan lainnya belum mendapat perhatian secara serius bahkan nyaris termarginalisasi.

“Akses layanan publik dalam kesetaraan pemenuhan hak-hak dasar sebagai manusia dan warga negara yang sejahtera dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, keamanan, politik, pembangunan dan informasi,” terang Forum itu.

“Bagi kaum perempuan Papua merupakan masalah serius bernuansa diskriminatif yang menghambat proses pemberdayaan dan pengkaderan atau sejalan dengan tema hari perempuan sedunia dapat disebut sebagai menghambat investasi perempuan Papua,” releasenya.

West Papua Feminist Forum mengungkapkan kami perempuan Papua tidak menutup mata terhadap berbagai fakta diskriminasi, marginalisasi dan tragedi kemanusiaan yang dialami secara langsung maupun tidak langsung oleh perempuan, anak-anak, kelompok disabilitas, keberagaman seksualitas dan gender di atas tanah ini.

“Kasus KDRT di Papua Barat Melonjak 95 Persen, Kompas.com – 01/01/2024, Kasus Kekerasan perempuan dan Anak di selatan Papua Tinggi. Ceposonline.com, (12/7/2021),” ungkap forum itu.

WPFF menguraikan indeks Pembangunan Gender (IPG) Provinsi Papua tahun 79,59% mengalami penurunan sebesar 0,46% dari tahun sebelum nya, salah satu indikator nya adalah pendidikan atau indikator Angka Melek Huruf (AMH) sekitar 72,66%. Kumparan.com, 1 Februari 2022.

“Tangisan perempuan di Asmat karena kejadian luar biasa kematian balita karena gizi buruk. Konde.co, 3 februari 2018,” terang forum itu.

WPFF menerangkan di Papua 1,5 tahun anak perempuan lebih cepat putus sekolah dari pada anak laki-laki. Kompas.com. (31/8/ 2013). Selama ini pemerintah hanya sosialisasikan tanpa disertai pendampingan secara menyeluruh kepada mama-mama Papua yang hari-hari berjualan noken, pinang dan lainnya. suarapapua.com, Rabu (14/9/2022).

“Wamena Berdarah 2023: Adakah Unsur Kejahatan Kemanusiaan? https://tirto.id/gDAp, 16 Maret 2023
Sawit di Papua: Tarik Menarik antara Masyarakat Adat dan Pemerintah. www.voaindonesia.com, 16/07/2023,” terang west Papua feminist forum.

WPFF merilis berbagai tragedi yang menimpa perempuan dan kelompok rentan sebagaimana ditangkap dalam berbagai media, merupakan fenomena gunung es dari dari bongkahan besar kompleksitas persoalan yang dihadapi dan dialami oleh perempuan Papua.

“Realitas penderitaan dalam berbagai wajah merupakan gambaran faktual dari diskriminasi, marginalisasi dan penindasan,” tutup forum ini. (0012Isak)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *